Prasasti-prasasti yang Menceritakan tentang Raja-Raja Kediri

PRASASTI – PRASASTI PENDUKUNG RAJA – RAJA YANG PERNAH MEMERINTAH KERAJAAN KEDIRI BERDASARKAN SUMBER PRASASTI
prasasti Pamwatan dan prasasti Gandhakuti ( prasasti samarawijaya )
·         tahun 1042, tahun itu Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Gelar Airlangga sebagai pertapa ada beberapa nama. Mulai dari Resi Gentayu berdasarkan serat calon arang. Kemudian Resi  Aji Paduka Mpungku berdasarkan prasasti Sumengka. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman AirlanggaSri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam  prasasti tersebut.
·         Prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.
Prasasti sirah keting ( prasasti raja Sri jayawarsa )
·         Prasasti yang menyebutkan nama raja Kadiri selanjutnya adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104, yang dikeluarkan oleh Sri Jayawarsa. Tidak jelas apakahSri Jayawarsa adalah pengganti langsung dari Sri Samarawijaya, ataukah ada raja lain yang berada di antara keduanya.
Prasasti Pikatan atau Padlegan I, 11 Januari 1117 ( prasasti raja bameswara )
·         di mana ia menyebut dirinya sebagai Sang Juru Panjalu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Padlegan sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) karena kesetiaan penduduknya dalam membantu perjuangan raja. Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
Hantang atau ngantang ( prasasti jayabaya )
·         Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri. Kemenangan Jayabhaya atas Janggala ini disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157.
prasasti Padelegan II, 23 September 1159, prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161 ( prasasti Sarweswara )
·         Dari prasasti-prasasti tersebut diketahui nama pejabat rakryan mahamantri saat itu ialah Mahamantri Halu Panji Ragadaha dan Mahamantri Sirikan Panji Isnanendra.
prasasti Angin, 23 maret 1171 ( prasasti Aryeswara )
·         Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha.
prasasti Jaring, 19 November 1181 ( prasasti sri gandra )
·         Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning.
prasasti Semanding, 17 Juni 1182, dan prasasti Ceker, 11 September 1185, kakawin smaradhana ( prasasti kameswara )
·         pemerintahan Sri Kameswara ini ada seorang pujangga bernama Mpu Dharmaja menulis Kakawin Smaradahana, yang berisi kisah kelahiranGanesha, yaitu dewa berkepala gajah yang menjadi lambang Kerajaan Kadirisebagaimana yang tertera pada prasasti-prasasti.
prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), dan prasasti Wates Kulon (1205) ( prasasti kertajaya )
Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
NAMA – NAMA RAJA YANG MEMERINTAH KERAJAAN KEDIRI
  1. Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam  prasasti Pamwatan (1042).
Samarawijaya adalah adik Sanggramawijaya Tunggadewi. Sebelum turun takhta tahun 1042, Airlangga dihadapkan pada masalah persaingan antara kedua putranya. Maka, ia pun membelah wilayah kerajaannya menjadi dua, yaitu Kadiri dan Janggala. Peristiwa ini diberitakan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang, serta diperkuat oleh prasasti Turun Hyang B (1044).
Dalam prasasti Turun Hyang, diketahui nama raja Janggala setelah pembelahan ialahMapanji Garasakan. Nama raja Kadiri tidak disebutkan dengan jelas, namun dapat diperkirakan dijabat oleh Samarawijaya, karena sebelumnya ia sudah menjabat sebagaiputra mahkota.
Prasasti Turun Hyang B tersebut merupakan piagam pengesahan anugerah Mapanji Garasakan tahun 1044 terhadap penduduk desa Turun Hyang yang setia membantuJanggala melawan Kadiri. Jadi, pembelahan kerajaan yang dilakukan oleh Airlanggaterkesan sia-sia belaka, karena kedua putranya, yaitu Samarawijaya dan Mapanji Garasakan tetap saja berebut kekuasaan. Adanya unsur Teguh dalam gelar Samarawijaya, menunjukkan kalau ia adalah putra Airlangga yang dilahirkan dari putriDharmawangsa Teguh. Sedangkan Mapanji Garasakan adalah putra dari istri kedua. Dugaan bahwa Airlangga memiliki dua orang istri didasarkan pada penemuan dua patung wanita pada Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan, yang diyakini sebagai situs pemakaman Airlangga. Prasasti yang menyebutkan nama raja Kadiri selanjutnya adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104, yang dikeluarkan oleh Sri Jayawarsa.
  1. Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104).
Sri Jayawarsa adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1104. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Peninggalan sejarahnya yang ditemukan adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104, yang berisi pengesahan desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau sima swatantra. Tidak diketahui pula kapan Jayawarsa turun takhta. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan prasasti Pikatan tahun 1117 adalah Sri Bameswara.
  1. Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
Sri Bameswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1117-1130. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Tustikarana Sarwaniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Bameswara turun takhta. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan prasasti Ngantang tahun 1135 adalah Sri Jayabhaya.
·         Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang   (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
            Maharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157).
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kadiriselama perang melawan Janggala.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri. Kemenangan Jayabhaya atas Janggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalamkakawin Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157. Nama besar Jayabhaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawidan Serat Aji Pamasa. Dikisahkan Jayabaya adalah titisan Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa.
Jayabaya turun takhta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi sampai sekarang. Prabu Jayabaya adalah tokoh yang identik dengan ramalan masa depan Nusantara. Terdapat beberapa naskah yang berisi “Ramalan Joyoboyo”, antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lain sebagainya.
  1. Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
            Sri Sarweswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1159-1161. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Sarweswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya adalah prasasti Padelegan II, 23 September 1159. Sedangkan yang paling muda adalah prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161. Dari prasasti-prasasti tersebut diketahui nama pejabat rakryan mahamantri saat itu ialah Mahamantri Halu Panji Ragadaha dan Mahamantri Sirikan Panji Isnanendra. Tidak diketahui pula kapan Sri Sarweswara turun takhta. Raja selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan prasasti Angin tahun 1171 adalah Sri Aryeswara.
  1. Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha.
Tidak diketahui pula kapan ia pemerintahannya berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
  1. Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
Sri Gandra adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1181. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Gandra naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Jaring, 19 November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning. Tidak diketahui pula kapan pemerintahan Sri Gandra berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Semanding tahun 1182 adalah Sri Kameswara.
  1. Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
Kamesywara adalah raja Kerajaan Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1180-1190-an, dengan bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita Digjaya Uttunggadewa. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Kameswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya antara lain prasasti Semanding, 17 Juni 1182, dan prasasti Ceker, 11 September 1185.
Selain itu pada masa pemerintahan Sri Kameswara ini seorang pujangga bernamaMpu Dharmaja menulis Kakawin Smaradahana, yang berisi kisah kelahiran Ganesha, yaitu dewa berkepala gajah yang menjadi lambang Kerajaan Kadiri sebagaimana yang tertera pada prasasti-prasasti. Kakawin Smaradahana juga mengisahkan terbakarnyaKamajaya dan Ratih, menjelang kelahiran Ganesha. Pasangan dewa-dewi tersebut kemudian menitis dalam diri Sri Kameswara raja Kadiri dan permaisurinya yang bernama Sri Kirana, putri Janggala.
Kakawin Smaradahana merupakan cikal bakal kisah-kisah Panji yang populer dalam masyarakat Jawa. Tokoh Panji Inu Kertapati Asmarabangun merupakan pangeranJanggala yang menikah dengan Galuh Candrakirana putri Kadiri. Dalam beberapa pementasan ketoprak, tokoh Panji kemudian menjadi raja Janggala bergelar Kameswara. Hal ini tentu saja kebalikan dari fakta sejarah. Tidak diketahui kapan pemerintahan Sri Kameswara berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Kamulan (1194) adalah Kertajaya.
·         Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton. Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Pada akhir pemerintahannya, ia dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapelatau Singhasari, yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Kadiri.
BUKTI BAHWA KERTAJAYA ADALAH RAJA TERAKHIR KERAJAAN KADIRI
Bukti Sejarah Kertajaya
Nama Kertajaya terdapat dalam Nagarakretagama(1365) yang dikarang ratusan tahun setelah zaman Kadiri.
Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah dengan ditemukannya prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), dan prasasti Wates Kulon (1205).
Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
Kekalahan Kertajaya
Dalam Pararaton Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para pendetaHindu dan Buddha. Tentu saja keinginan itu ditolak, meskipun Dandhang Gendis pamer kesaktian dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri. Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu di Tumapel.Ken Arok lalu mengangkat diri menjadi raja dan menyatakan Tumapel merdeka, lepas dariKadiri.
Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan olehSiwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan menyerang Kadiri.
Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi dekat desa Ganter tahun 1222. Para panglimaKadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik ke kahyangan. Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (tempat dewa).
Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus (akhirat)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar