Sejarah kerajaan Bali merupakan salah satu bagian dari sejarah kehidupan masyarakat bali secara keseluruhan. Bagian pemerintahan kerajaan di Bali juga beberapa kali berganti mengingat pada masa itu, terjadi banyak pertikaian antara kerajaan yang memperebutkan daerah kekuasaan mereka. Kerajaan Bali pertama pada saat itu kemungkinan bernama Kerajaan Bedahulu dan dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh, kerajaan Gelgel mengambil alih, dan dilanjutkan oleh kerajaan Klungkung setelahnya. Pada masa Klungkung, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Klungkung terbagi menjadi delapan buah kerajaan kecil yang juga dikenal di Bali sebagai swapraja.
Sejarah Kerajaan Bali Lengkap
Meskipun tidak banyak yang tahu tentang sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan Bedahulu atau yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan awal yang muncul di Bali. Kerajaan yang terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar, Kerajaan Bali ini berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-14. Konon katanya, kerajaan ini diperintah oleh salah satu kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa dengan Sri Kesari Warmadewa sebagai raja pertamanya.
A. RAJA-RAJA KERAJAAN BALI
Raja-raja Dinasri Warmadewa
1. Sri Kesari Warmadewa
Sri Kesari Warmadewa adalah salah satu dari Wangsa Warmadewa, dimana mereka merupakan salah satu keluarga bangsawan yang memiliki kuasa besar akan pulau Bali di masa lalu. Sri Kesari sendiri, menurut riwayat lisan yang beredar telah berkuasa sejak abad ke-10, dan namanya bisa ditemukan dalam sebuah prasasti di Sanur, bernama prasasti Blanjong. Tertulisnya nama Sri Kesari di dalam prasasti tadi membuatnya menjadi raja pertama di Bali yang namanya ada dalam catatan tertulis. Dari prasati tadi juga, diketahui bahwa Sri Kesari ternyata merupakan seorang penganut Buddha Mahayana dan bahwa dinasti ini memiliki sebuah hubungan yang amat dekat dengan penguasa kerajaan Medang di Jawa Timur sekitar abad 10 hingga 11.
2. Ugrasena
Setelah Sri Kesari turun jabatan, kerajaan Bali yang saat itu dikenal dengan kerajaan Bedahulu, dilanjutkan oleh Sang Ratu Ugrasena. Ugrasena diperkirakan memerintah pada jaman yang sama dengan Mpu Sendok di Jawa Timur, yaitu sekitar 915 hingga 942. Pada masa pemerintahan Ugrasena, ia terkenal sering merilis prasasti yang memiliki hubungan dengan kegiatan-kegiatan yang sering diadakan oleh masyarakat kerajaannya seperti perpajakan, penganugerahan, upacara agama, pembangunan penginapan, hingga pendirian tempat sembahyang bagi mereka yang ingin berziarah. Bukti fisik tentang kepemimpinan Ugrasena tercatat dalam beberapa prasasti, antara lain Prasasti Srokada A dan Goblek Pura Batur A. Seluruh prasasti yang memuat namanya selalu tertulis dalam bahasa Bali kuno, dan dimulai dengan sebuah perkataan yang berbunyi yumu pakatahu, berarti “ketahuilah oleh kalian semua”.
3. Aji Tabanendra Warmadewa
Pengganti Raja Ugrasena adalah anaknya yaitu Aji Tabanendra Warmadewa. M bersama istrinya, Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Dharmadewi. Beliau memerintah dari tahun 943 hingga 961
4. Sri Candrabaya Singa Warmadewa / Jayasingha Warmadewa
Raja inilah yang membuat telaga (pemandian) dari sumber suci di desa Manukraya. Pemandian itu disebut Tirta Empul, terletak di dekat Tampaksiring. Raja Jayasingha Warmadewa memerintah sampai tahun 961- 975 M.
5. Sri Janasadu Warmadewa
Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa. Ia memerintah tahun 975 – 983 M. Tidak ada keterangan lain yang dapat diperoleh dari raja ini, kecuali tentang anugerah raja kepada desa Jalah.
6. Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi
Pada tahun 983 M, muncul seorang raja wanita, yaitu Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (983 – 989 M).
7. Sri Udayana Warmadewa
Pengganti Sri Wijaya Mahadewi bernama Dharma Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, Gunapriya Dharmapatni atau lebih dikenal dengan nama Mahendradatta, putri dari Raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Sebelum naik takhta, diperkirakan Udayana berada di Jawa Timur sebab namanya tergores dalam prasasti Jalatunda.
Pada tahun 1001 M, Gunapriya meninggal dan dicandikan di Burwan. Udayana meneruskan pemerintahannya sendirian hingga wafat pada tahun 1011 M. Ia dicandikan di Banuwka. Hal ini disimpulkan dari prasasti Air Hwang (1011) yang hanya menyebutkan nama Udayana sendiri. Adapun dalam prasasti Ujung (Hyang) disebutkan bahwa setelah wafat, Udayana dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka. Raja Udayana mempunyai tiga orang putra, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga tidak pernah memerintah di Bali karena menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur. Oleh karena itu, yang menggantikan Raja Udayana dan Gunapriya adalah Marakata.
8. Sri Dharmawangsawardhana Marakata
Setelah naik takhta, Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Marakata memerintah dari tahun 1011 hingga 1022. Masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga. Oleh karena adanya persamaan unsur nama dan masa pemerintahannya, seorang ahli sejarah, Stuterheim, berpendapat bahwa Marakata sebenarnya adalah Airlangga.
Apalagi jika dilihat dari kepribadian dan cara memimpin yang memiliki kesamaan. Oleh rakyatnya, Marakata dipandang sebagai sumber kebenaran hukum yang selalu dilindungi dan memerhatikan rakyat. Ia sangat disegani dan ditaati oleh rakyatnya. Persamaan lain Marakata dengan Airlangga adalah Marakata juga membangun sebuah presada atau candi di Gunung Kawi di daerah Tampaksiring, Bali. Setelah pemerintahannya berakhir, Marakata digantikan adiknya, Anak Wungsu.
9. Anak Wungsu
Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka. Anak Wungsu adalah Raja Bali Kuno yang paling banyak meninggalkan prasasti (lebih dari 28 prasasti) yang tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu memerintah selama 28 tahun, yaitu dari tahun 1049 sampai 1077. Ia dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Anak Wungsu tidak memiliki keturunan. Ia wafat pada tahun 1077 dan dimakamkan di Gunung Kawi, Tampaksiring. Berakhirlah dinasti Warmadewa.
Pemerintahan setelah dinasti Warmadewa
Setelah berakhirnya pemerintahan dinasti Warmadewa, Bali diperintah oleh beberapa orang raja silih berganti. Raja-raja yang perlu diketahui sebagai berikut.
1. Jayasakti
Jayasakti memerintah dari tahun 1133 sampai tahun 1150 M, sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh penasihat pusat yang terdiri atas para senopati dan pendeta, baik dari agama Hindu maupun dari agama Buddha. Kitab undang-undang yang digunakan adalah kitab Utara Widhi Balawandan kitab Rajawacana. Kitab undang-undang ini merupakan peninggalan kebudayaan dari masa pemerintahan Jayasakti yang cukup tinggi. Kitab ini juga dipakai pada masa pemerintahan Ratu Sakalendukirana dan penerusnya. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Jayasakti, agama Buddha dan Syiwa berkembang dengan baik. Aliran Waisnawa juga berkembang pada waktu itu. Raja Jayasakti sendiri disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
2. Ragajaya
Ragajaya mulai memerintah pada tahun 1155 M, namun kapan berakhirnya tidak diketahui sebab tidak ada sumber tertulis yang menjelaskan hal tersebut.
3. Jayapangus (1177 – 1181)
Raja Jayapangus dianggap sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka akibat lalai menjalankan ibadah. Raja ini menerima wahyu dari dewa untuk mengajak rakyat kembali melakukan upacara keagamaan yang sampai sekarang dikenal dan diperingati sebagai upacara Galungan. Kitab undang-undang yang digunakannya adalah kitab Mana Wakamandaka.
4. Ekajalancana
Ekajalancana memerintah pada sekitar tahun 1200 – 1204 M. Dalam memerintah, Ekajalancana dibantu oleh ibunya yang bernama Sri Maharaja Aryadegjaya.
5. Sri Asta Asuratna
Sejarah kerajaan Bali mencapai babak baru ketika pada masa pemerintahan Sri Astatura Ratna Bumi Banten pada tahun 1332 hingga 1343, terjadi ekspedisi Gajah Mada ke Bali. Ekspedisi Gajah Mada dimulai dengan membunuh Kebo Iwa yang ia anggap sebagai sebuah penghalang misi ini. Cara pembunuhannya adalah dengan menawarkan perdamaian pada raja Bali sehingga Kebo Iwa dapat dikirim untuk datang ke Majapahit dan kemudian dinikahkan. Alih-alih dijemput oleh pengantin, yang menjemput Kebo Iwa begitu ia tiba di Majapahit adalah kematian. Tewasnya Kebo Iwa ini mempermudah Adityawarman menaklukkan Bali di tahun 1343.
Penundukkan Bali ini kemudian mendorong didirikannya sebuah dinasti boneka di Samprangan yang kini bernama Gianyar, dekat dengan Bedulu. Pendirian dinasti ini mengambil waktu saat Gajah Mada masih memimpin, dan dinasti yang bernama Samprangan ini memiliki raja pertama bernama Sri Aji Kresna Kepakisan. Sri Aji memiliki tiga orang anak, dan satu di antaranya adalah Dalem Samprangan yang setelah menjabat dinilai tidak pantas menjadi raja dan digantikan oleh adiknya yang paling muda, Dalem Ketut. Raja terakhir dalam periode yang disebut dengan nama periode Gelgel adalah Dalem Di Made pada tahun 1605 hingga 1686.
Sejarah kerajaan Bali berakhir dengan periode kerajaan Klungkung yang sebenarnya masih tetap bagian dari dinasti Gelgel. Diketahui pada akhirnya bahwa yang mengakhiri masa pemerintahan dinasti Gelgel adalah pemberontakan oleh I Gusti Agung Maruti karena kesal kekalahannya tidak berarti pemulihan kembali oleh Dalem Di Made. Pemimpin pertama dari era Klungkung ini bernama Dewa Agung Jambe yang memerintah pada tahun 1710 hingga tahun 1775. Di masa ini, kerajaan bali terpecah menjadi delapan buah kerajaan kecil (sembilan jika menghitung Klungkung sendiri), yaitu: Badung, Mengwi, Bangli, Buleleng, Gianyar, Karangasem, Tabanan, dan Denpasar.
B. KEHIDUPAN EKONOMI
Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam. Beberapa istilah itu, antara lain sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan (irigasi).
Di luar kegiatan pertanian pada masyarakat Bali juga ditemukan kehidupan sebagai berikut.
- Pande (Pandai = Perajin)Mereka mempunyai kepandaian membuat kerajaan perhiasan dari bahan emas dan perak, membuat peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian, dan senjata.
- UndagiMereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan membuat bangunan.
- PedagangPedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas pedagang laki-laki (wanigrama) dan pedagang perempuan (wanigrami). Mereka sudah melakukan perdagangan antarpulau (Prasasti Banwa Bharu).
C. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan pada hal sebagai berikut.
- Sistem Kasta (Caturwarna)Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali sistem kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.
- Sistem Hak WarisPewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.
- Sistem KesenianKesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian keraton dan sistem kesenian rakyat.
- Agama dan KepercayaanMasyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali dikenal ada penganut agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.
D. PENINGGALAN KERAJAAN BALI
- Prasasti Blanjong
- Prasasti Panglapuan
- Prasasti Gunung Panulisan
- Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
- Candi Padas di Gunung Kawi
- Pura Agung Besakih
- Candi Mengening
- Candi Wasan.
Referensi :
http://www.pengertiansejarah.com/sejarah-kerajaan-bali.html
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-bali-lengkap.html
http://www.zonasiswa.com/2015/05/sejarah-kerajaan-bali-kehidupan-politik.html
0 komentar:
Posting Komentar